Cerpen seperti apa kamu suka?

Senin, 11 April 2011

Selalu di Hati

oleh Dini Halimah pada 08 Februari 2010 jam 21:52
Dua hari terakhir ini aku ngerasa bete banget, cuma gara2 sebuah nomor yang tak ada di daftar phonebookku. Klo dilihat dari karakter nomornya, aku bisa mengenali bahwa nomor tersebut satu operator dengan nomer SIMcard ku. Dan nomor itu selalu saja muncul di dalam daftar panggilan tak terjawab. Pagi itu kucoba untuk menelepon nomor tersebut memastikan apakah org yg menghubungiku benar2 penting ato sekedar iseng. Tapi ternyata teleponku malah direject. Hatiku gondokk banget mengetahui si penelpon cuma berkeinginan untuk iseng. Kubiarkan nomor itu meninggalkan catatan panggilan tak terjawab di hpku sampe beberapa kali. Sampai akhirnya sehelai pesanpun mampir di hpku begitu saja. "Prikitiew..halo din pa kabar?" begitu kira-kira isi pesannya."Siapa ya?" balasku dingin ke topik masalah tanpa basa-basi."Menurutmu siapa?" balasnya lagi seakan memancing kesabaranku."Lha aku tanya km kok kamu malah tanya aku,lha aku tanya siapa??"jawabku ketus. Dan tak kutemui pesan balasan setelah itu. Banyak hal yang mungkin telah kualami, sehingga aku terlalu protektif dengan nomor2 yang menyelinap di antaranya. Kubiarkan hpku hening, sehening suara hatiku yang tak menyuarakan sepatah perasaanpun.

Aku terbangun ketika merasakan kehadiran seseorang di samping tubuhku. Kulihat ada mb Asih sedang sibuk menata bantal untuk membaringkan tubuhnya di sampingku. Kulihat juga pintu kamarku masih terbuka lebar, dan jam dinding di ruang tamu menunjukkan pukul 21.00 WIB. Rupanya aku tertidur sejak maghrib tadi kecapekkan setelah seharian disibukkan kegiatan. Masih teringat jelas apa yang telah kualami seharian ini. Selang beberapa menit dari upayaku mengembalikan segala kesadaran, kudengar ponselku menyuarakan suara bell menandakan ada sebuah pesan masuk yg mengusik. Ku raih, dan kubaca isinya.

Berdiri di depanmu, seakan pekat tutup mataku
Membisu dalam kebekuan dan rindu.
Seribu tanya lintasi pikirku.
Benarkah kau ini sahabatku?

Aku tertegun membaca sepenggal puisi itu. Bukan karna bagus nggaknya isi dari puisi itu. Tp karna aku ingat betul bahwa aku sendirilah yg menciptakan sepenggal puisi amatiran itu. Entah sudah berapa lama puisi itu hilang dari catatan perjalanan hidupku. Yang jelas, org yang menyimpannya adalah orang yang benar2 memperhatikanku...orang yg bnr2 menghargai karyaku. Dengan angkuh ku balas, "Hahaha...siapa nih?".Lalu pesan balasanpun kembali bersarang, "Prikitiw, km gak ingat to din". "Gak, aku gak inget... puisiku dah nyebar kemana2." jawabku masih terkesan kaku. "walah...tebak aj z,dlu aku pernah krmhmu skali, q temen smp.rumahku bs dibilang dkt bonbin tp itu dulu." balasnya."Aku terbelalak tak percaya,"Ya Allah...Sri warni?Aku kangenn kangen kangeeennn banget." kataku dengan seribu sesal karena telah mengacuhkannya 2 hari ini."Kok bisa nebak klo aku ini sri warni, pasti ada yg ngasih tau ya."jawabnya masih dengan karakter cupunya. Dan selaksa pesan-pesan pun berhamburan. Kuceritakan betapa putus asanya aku ketika ingin mencari satu per satu anggota gank "pegasuz" ku itu. Termasuk bagaimana caraku menemukannya, tapi ternyata justru org yg kucari juga mencariku. Hatikuu lega sekali rasanya.

Teringat juga perjalanan dadakan pagi tadi ketika aku mengingat sebuah nama "Puji" di benakku. Dia adalah sahabat yang paling kusayagi di antara anggota Pegasuz yang lain. Gadis cantik yang slalu bersikap bijaksana di hadapanku.Dengan pasrah kususuri jalan menuju ngesrep barat, ke rumahnya yang aku yakin dia tidak ada lagi di tempat itu. Aku tak tahu lagi bagaimana kabarnya sejak kupatahkan kartu SIMku beserta kepingan2 hatiku yang hancur hanya karna seorang laki2. Dan sampai sekarang aku menyesali tindakanku itu. Aku kehilangan semua kontak yang aku punya. Orang2 yang penting dalam hidupku pun lenyap tanpa sisa karna komunikasi itu terputus begitu saja. Hampa. Ada banyak perubahan setelahnya. Semuanya berubah. Bahkan aku tidakmengenali siapa diriku sekarang

Kuhentikan laju motorku di sebuah rumah bercat putih. Kulihat seorang ibu sedang menimang2 bayi tersenyum ramah menatapku. "Idaa... panggilnya ke arah rumah." Dari wajahnya, dia bersikap seolah-olah mengenali wajahku.Tanpa basa basi kujabat tangannya,"Bu, puji wonten?"tanyaku putus asa. Seorang gadis ABG keluar dari dalam rumah menatapku,"mbak dini..." sapanya ketika menatapku."Ouuwhh..puji yo mpu nmboten teng mriki to mbak. Sakniki sampun nderek suamine di temanggung." kata ibu itu. "Wes suwi banget njenengan mboten dolan mriki mbak, sakniki puji wes nduwe momongan sak mene lho." sambil menunjukkan seorang bayi laki2 yang digendong ibu tersebut. Hatiku tergetar mendengarnya,"Sampun nikah to buk? Kulo kok mboten diundangi?" tanyaku penuh haru dan rasa rindu. Air mataku hampir menetes ketika kuingat sosok gadis lemah yang dulu selalu mendengarkan setiap keluh kesahku sejak aku duduk di bangku SMP. Umurnya satu tahun di bawahku, masih terlalu muda untuk memikul sebuah tanggung jawab menjadi seorang ibu. Masih kuingat jelas terakhir kalinya dia berkata, "Aku nggak siap nikah din, tapi posisiku terjepit." katanya. Entah seperti apa dia sekarang, hari itu hanya selaksa kisah2 penuh haru yang diceritakan kedua orang tuanya padaku.

Mungkin waktu akan berubah...
Mungkin bait-bait kata akan semakin asing...
Tapi persahabatan kita...
Akan kuukirkan di hati...

Tidak ada komentar: