Cerpen seperti apa kamu suka?

Senin, 11 April 2011

Entahlah...hujan bersorak atau menangis


oleh Dini Halimah pada 15 Mei 2010 jam 17:28

14-05-2010

Pukul 20.30 kurebahkan tubuhku dengan lesu di atas kasur lipat yang terentang tepat di depan televisi. Jenuh semakin menguasai ketika tak sehelaipun kutemukan sms dari seseorang yg kuharapkan menghubungiku saat itu. Hanya ada beberapa sms rutin yg dikirim kk angkatku, memastikan bahwa aku baik2 saja di sini. Kuputuskan untuk menenggelamkan kepalaku di bawah bantal empuk akhirnya, dan aq berusaha keras memejamkan mata. Beberapa menit kemudian sayup-sayup terdengar suara kendaraan bermotor berhenti tepat di depan rumahku. "Hmmm...ibu dah pulang dari kondangan rupanya." gumamku dalam hati sambil melanjutkan perjuanganku untuk melelapkan diri ke dalam alam bawah sadar. "Tok..tok..tok.." kudengar sayup2 suara pintu rumahpun diketuk oleh seseorang di balik sana, aku tidak peduli krn aku tau bapakku pasti akan segera membukakan pintu dan menyambut tamu itu. Adekku juga tampak sibuk memanggil-manggil namaku kemudian. "Siapa sih yg datang?" keluhku dalam hati merasa usahaku untuk melelapkan diri terusik oleh suara berisik.

Kuamati lekat-lekat sosok tamu itu sambil berusaha menyadarkan diriku sesadar-sadarnya. "Binta???"tanyaku dalam hati masih tidak percaya dengan apa yg kulihat.Aku bingung dengan sesungging senyum yg ia suguhkan untukku. Masih kuingat juga kata2nya di chatting sore tadi bahwa dia akan menculikku. "Benarkah dia dtg utk menculikku?duh,apa yg hrs aku lakukan?" aku masih tertegun memandanginya setengah ketakutan.Ku amati bapakku yg tampak ceria menyambutnya. Aku sadar bahwa org tuaku tidak tau apa2 ttg mslhku dgnya," dan sebaiknya memang jgn pernah sampai tau." gumamku dalam hati sambil segera beranjak menuju ke dapur. Kubuatkan segelas kopi sambil sayup-sayup kudengar pembicaraan ringan antara bapakku dgnya tentang kejamnya pelatihan di magelang. "Ah, semuanya harus rapi. Aku gak mau mengacaukan suasana hangat ini. Dan aku gak mau ortuku kecewa.Din tenang din...."gumamku dalam hati berusaha menghibur diri. Kusunggingkan senyum ragu ketika aku menyuguhkan segelas kopi itu untuknya. Perasaanku masih galau..sampai akhirnya kurasakan rasa sakit yg melilit di perutku. Tanpa pikir panjang aku pun segera beranjak ke toilet sambil mengirimkan pesan singkat untuknya, "sory tak tinggal ke belakang, perutku mules". "Duh kyknya ni efek dari susu cokelat yg barusan ku minum, ternyata perutku gak tahan ma minuman kyk gitu. Kenapa aq hrs skt perut pada saat yg genting seperti ini sih??" keluhku dlm hati. Sayup-sayup kudengar suara ibuku tampak girang menyambut keberadaan binta sebagai calon menantunya. Ragu semakin menyelimutiku, aku terlalu sayang orang tuaku sampai aku begitu takut melihat kekecewaan di wajah mereka. "Haruskah kulenyapkan keceriaan mereka hari ini juga??" aku gelisah. Ku kirimkan sms ke sahabatku untuk meminta pendapat. Dan dia pun menyuruhku untuk ttp bersikukuh pd keputusanku minggu lalu. Akupun segera beranjak dari toilet untuk segera menemuinya. Aku tersenyum ke arahnya ketika kuamati ibuku menyambutnya dengan begitu hangat. Ku tuju kamarku untuk meletakkan ponselku dan aku segera duduk terdiam di hadapannya membiarkan ibuku tampak akrab menanggapi setiap topik pembicaraanya. Tak beberapa lama setelah itu aku segera berhambur lagi ke toilet. "kenapa din?" tanya ibu bingung dengan sikapku. "Sakit perut buukk..." kataku setengah berlari meninggalkan mereka. "Huft apes banget aku mlm ini skt perut pd saat yg genting." gerutuku. Sekembalinya aku dari toilet ibuku setengah memaksa aku untuk minum obat, tapi aku nggak mau. Begitupun dengan binta, dia bersikap begitu khawatir seolah2 tak terjadi apa2 di antara qt.Aku hanya geleng2 kepala seperti anak kecil dan tetap duduk terdiam di tengah2 kehangatan itu. Kuamati dia..wajah teduhnya yg begitu kurindu...tubuhnya sepertinya agak menyusut...."wah, sepertinya aku bakal luluh lagi nih." gumamku dengan berjuta dugaan dugaan yang berputar tak beraturan. Selang beberapa menit kemudian mbak Sih dan mbak sari pulang dari tempat bulekku dengan agak hebohnya. Kedua orgtuakupun tampak serius menyambut cerita mereka sambil duduk-duduk di atas tikar. Sementara aku dan kk iparku duduk di kursi tamu sambil menyimak setiap petikan gitar yang binta mainkan.

Di kala hati resah

Seribu ragu datang memaksaku

rindu semakin menyerang

Kalaulah kudapat membaca pikiranmu

Dengan sayap pengaharapanku ingin terbang jauh

Biar awanpun gelisah

Daun-daun jatuh berguguran

Namun cintamu kasih terbit laksana bintang

Yang bersinar cerah menerangi jiwaku

Andaikan kudapat Mengungkapkan perasaanku

Hingga membuat kau percaya

Akan ku berikan seutuhnya rasa cintaku

Selamanya ..... Selamanya...

Dengan tatapan tajamnya ia petikkan lagu itu untukku. Aku pun bernyanyi dengan segala kegalauan yg ada. Dan waktupun merayap perlahan dan pasti. Kk iparku segera berpamitan ke kamar setelah berkali-kali menguap menahan jutaan kantuk. Hanya ada suara televisi, gitar, dan gemercik hujan di luar sana yg kian deras mengalir. Banyak yang kita bicarakan akhirnya. Kata demi kata mengalir menumpuk-numpuk di tengah kerisauan hati. Dengan ragu kuikatkan kelingkingku melingkari kelingkingnya sebagai tanda sebuah kesepakatan kita untuk berpisah. "Kasih aku alasan yg tepat cin.." ia ulang lg kata itu di tengah ribuan alasan yg hanya membentuk kebisuan dibibirku. "Aku udah gak sanggup cin..." kataku berusaha menghindar dari tatapan matanya. "Cinta sudah jadian lagi?" tanyanya kemudian. Lalu kuingat beberapa sosok laki-laki yg sering mengirimkan sms2 itu untukku,"belum..sama sekali..ya paling kalau pdkt2 ada lah..tp aku lum jadian ma siapa2." kataku meyakinkan posisiku sekarang."Trus aku hrus bilang apa sama bapak ibu?Mau pake alasan apa?Cinta dah ga cinta lg ma aku gt?" tanyanya kemudian. Sekilas kulirik wajah mereka yang masih tampak ceria di seberang. Aku menelan ludah. "Jgn sekarang, aku belum siap ngasih tau mrk" kataku ragu."terus kapan?" tanyanya lagi. "Ya nanti biar aku cari waktu yg tepat untuk njelasin ke mrk sendiri."kataku kemudian. "Nanti dikira aku gak tanggung jwb to ya.Aku kn dulu minta cinta dg baik2.." katanya semakin membuatku gelisah. "Iya tapi jgn skr." kataku memotong berusaha menghindar dari setiap tatapannya yg kian membuatku ragu atas keputusan ini. "Cinta yakin??" tanyanya berulang2, sementara aku masih diam tertunduk dalam keraguan. Lalu kuanggukkan kepala berusaha meyakinkan diri. Hujan diluar sana semakin deras mengalir...entah dia menangis atau bersorak tertawa mngejekku...

Kubiarkan tangannya menggenggam tanganku dengan erat di antara obrolan-obrolan ringan kami. Ada ribuan canda dan tawa di dalamnya. Akupun bisa dengan mudahnya mengungkapkan semua keluhan dan evaluasi atas hubungan kita yang akhirnya hrus berakhir begitu saja. Atas semua kenangan yang ada. Tentang perasaanku, rasa sakit atas sikapnya,cemburu, dan keraguanku selama ini yg selalu kupendam dalam hati. Banyak kenangan indah yg masih lekat di mataku sejak aku menatap matanya untuk pertama kali dulu. Dan selama itu pula baru detik ini aku merasakan begitu nyaman di sampingnya. Tangannya begitu hangat menggenggamku hingga aku takut melepasnya. "Kenapa baru sekarang kehangatan itu hadir dari hatimu justru saat hubungan kita harus berakhir?"pertanyaan itu berulangkali menghantuiku. Seandainya waktu bisa kuhentikan.... Dan tepat tengah malam akhirnya dia putuskan untuk berpamitan pulang..."24 dan 25 Oktober" masih terngiang kata-katanya mengingatkanku akan hari ulang tahun kami yg berurutan...

Tidak ada komentar: